Social Icons

Pages

Senin, 09 Desember 2013

Kesaksian Dokter: Dari Malpraktek, Mafia Obat, Salah Diagnosa Hingga Kecanduan Main Game

Kondisi kejiwaan beberapa dokter yang aktif menulis di Kompasiana sepertinya benar-benar terpukul dan terganggu dengan mencuatnya kasus dr. Ayu.  Mungkin karena merasa terikat dengan sumpah dokter, para dokter bahu membahu bekerjasama membuat opini untuk pembelaan dr.Ayu. Inti pembelaannya pun hanya satu “dr. Ayu tidak bersalah dan harus dibebaskan”. Dan semua pembelaan dilakukan secara membabi buta dan irrasional. Inkonsisten.
Sayangnya semakin mereka menulis pembelaannya terhadap dr. Ayu, yang muncul ditulisan para dokter tersebut justru pengakuan-pengakuan yang mengejutkan publik. Ada dokter PTT yang dengan bangganya mengumumkan ke publik bahwa dirinya telah melakukan malpraktek. Sayang ditulisan tersebut Sang dokter PTT yang mengaku melakukan malpraktek seperti hanya “buang kotoran” di kompasiana. Komentar yang ramai bejibun mengapresiasi tindakannya tidak digubris sama sekali. Artinya setelah dokter mengakui melakukan malpraktek, “buang hajat” di kompasiana lalu melarikan diri tidak bertanggungjawab. Mungkin Sang dokter PTT berpikir, bahwa Kompasianer yang memberikan komentar dilapaknya sama seperti pasien-pasiennya yang tidak perlu dilakukan komunikasi lebih lanjut. Kasihan para kompasianer yang sudah komen dilapaknya karena dianggap angin lalu.
Selain dokter malpraktek, ada juga dokter yang mengakui terlibat dalam pemasaran obat-obatan dari perusahaan farmasi. Tidak semua dokteri itu kaya, katanya. Dan dokter membutuhkan kredit agar profesi dokternya tidak dicabut. Untuk memenuhi kredit tersebut dokter harus mengikuti berbagai seminar yang biayanya hingga jutaan rupiah. Nah dengan terlibat aktif dalam  pemasaran obat-oabatan dari perusahaan farmasi, maka sebagai imbalannya perusahaan akan membiayai segala kebutuhan dalam mengikuti seminar -seminar. Ini alasan yang dikemukakan oleh dokter miskin. Lantas bagaimana dengan dokter-dokter kaya? Mengapa mereka juga menjalin kerjasama dengan perusahaan farmasi? Wkwkwkwkwk…silakan tebak sendiri alasannya, karena sudah bukan rahasia lagi. Di ruang praktek dokter-dokter kaya, bisa dilihat jumlah MR (Medical Representative) yang antri justru lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pasiennya. Semoga KPK segera mencium praktek mafia obat antara dokter dan perusahaan farmasi…….terutama dokter PNS.
Mari kita lanjutkan kesaksian hidup dokter-dokter yang aktif menulis di kompasiana. Lanjut. Dokter Malpraktek sudah, dokter yang terlibat dalam mafia obat juga sudah.
Kini saatnya mengungkapkan kesaksian dokter yang mengakui salah dalam melakukan diagnosa. Menurut pengakuannya, hanya 20% diagnosanya akurat. Catat hanya 20%, artinya masih tersisa 80% yang diserahkan pada takdir. Terserah Tuhan saja…….
Menurut saya, diagnosa adalah seni. Dan ini berkaitan dengan masalah kecerdasan dan pengalaman. Mengutip istilah dr. Kusmayanto, masalah diagnosa sangat terkait dengan bibit, bebet dan bobot. Artinya terkait erat dengan masalah kualitas. Jika seorang dokter mengakui hanya mampu mendiagnosa dengan tepat 20% maka silakan terjemahkan sendiri bagaimana kualitasnya.
Dan pengakauan yang tak kalah mengejutkan adalah dokter yang sudah kecanduan main game dan ngompasiana. Menurut pengakuannya, dalam waktu senggangnya sang dokter lebih memilih main game atau ngompasiana meskipun dalam jam kerja. Bahkan main game seperti menjadi ritual wajib ketika sang dokter akan melakukan operasi. Menurut pengakuannya, sebelum melakukan operasi sang dokter lebih memilih main game daripada mempersiapkan diri konsentrasi untuk persiapan operasi. Silakan dibayangkan seorang dokter di jam kerjanya, di hari kerjanya dan menjelang melakukan operasi lebih memilih menyibukkan diri dengan main game……dengan alasan dokter juga manusia yang membutuhkan hiburan dan penyegaran. Silakan tepok jidat ya…….
Itulah beberapa kesaksian yang disampaikan oleh dokter-dokter kompasiana yang disampaikan baik dalam komentar maupun tulisan. Kesaksian yang menunjukkan betapa “miskin empati” dan buruknya pelayanan pada pasien. Malpratek sudah, mafia obat sudah, salah diagnosa sudah dan kecanduan main game juga sudah. 

http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/12/10/kesaksian-dokter-dari-malpraktek-mafia-obat-salah-diagnosa-hingga-kecanduan-main-game-617040.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar