Sosok anggun yang selalu menempati tangga
cinta yang tinggi di hatiku adalah ibuku. Sampai kemarin malam aku
masih jauh berpisah dengannya. Tapi jarak tidak pernah membatasi rasa
kasih. Tak terasa empat tahun sudah aku berpisah dengannya, menuntut
ilmu di negeri Musa, Mesir.
Rombongan pertama mahasiswa baru Al-Azhar
dari Persatuan Islam (Persis) baru datang semalam. Merekalah yang
membantu Ibuku menyampaikan rasa kasihnya padaku. Seperti para ibu
lainnya kepada anak mereka masing-masing. Kehadiran mahasiswa baru
selalu membawa kebahagiaan tersendiri. Bahagia karena mendapat teman
baru, adik baru, rekan seperjuangan baru, terutama jika mahasiswa baru
itu satu daerah dengan kita. Bahagia juga karena mereka selalu membawa
“kasih” dan “cinta” yang dititipkan ibuku.
“cinta” dan “kasih” itu kadang berbetuk
sepasang baju baru dan makanan ringan khas, kadang juga berbentuk
buku-buku, dan sebagainya. Yang paling membahagiakan adalah untaian
kata-kata yang ditulis oleh keluarga, surat dari ibu, ayah, saudara
selalu memberi kesan yang sangat mendalam. Tak terasa tiba-tiba ada air
mata yang menitik di pipi. Dan kerinduan yang demikian menggelembung
sedikit terobati. Dan semangat yang terkadang redup kembali menyala
terang. Dan malam-malam penyambutan mahasiswa baru pun jadi memiliki
warna tersendiri bagi mereka yang menerima titipan cinta dan kasih dari
orang-orang terkasih mereka.
Aku sendiri kemarin malam merasakan hal
tersebut. Dan untuk tahun ini bentuk “cinta” yang dikirimkan ibuku
sangat berbeda dari biasanya. Biasanya, aku selalu mewanti-wanti kepada
keluargaku untuk tidak mengirimiku makanan, aku lebih memilih dikirimi
buku-buku terbaru. Tetapi malam kemarin, “cinta” titipan ibuku bukan
hanya maknanan, tapi makanan kesukaanku. Ayam goreng kelapa, sambal
tomat, sambal goreng tempe kering, plus krupuk ikan tenggiri, lalap, dan
buah untuk cuci mulutnya. Semuanya dengan resep Warung Nasi Seni Rasa,
warung nasi kebanggaan keluarga kami.
Teman-temanku ribut mengetahui aku
mendapatkan titipan yang begitu banyak. Mereka ribut karena tahu
sebentar lagi aku akan pulang, S1-ku selesai tahun ini. Ya, begitulah,
aku sendiri surprise dengan “cinta” yang dititipkan ibuku. Apakah beliau
lupa, putera yang dikiriminya itu berada di Mesir, hingga tidak merasa
takut makanan basah yang dikirimnya basi? Tapi kayaknya ibuku tidak
lupa, beliau telah memperhitungkan kualitas masakannya dengan jarak
waktu yang dihabiskan dari Garut sampai Mesir. Hasilnya, 95% makanannya
selamat dan bisa disantap bersama malam itu juga.
Dalam surat singkat yang menyertai
titipan itu, ibuku berpesan, “Ummi tau ini lauk kesukaan zamzam,
masaklah nasi yang banyak, terus ajak teman-teman untuk makan bersama.
Itung-itung perpisahan sebelum zamzam pulang. Jangan lupa diphoto ya…”
Subhanallah, sampai sejauh itu ibuku
memikirkanku. Padahal putera-puterinya ada tiga belas orang! Ah, aku
sadar, ibu memang memiliki kasih yang tiada batas. Aku pun menuruti
permintaan ibu. Memasak nasi yang cukup banyak dan mengajak semua kawan
yang sedang berkumpul di rumah untuk makan malam bersama. Semua merasa
senang. Sebagian yang sudah kenal dengan masakan ibuku, mengaku teringat
dengan nostalgia ketika mereka makan di Warung Nasi Seni Rasa, Garut.
Cinta ibu tiada batas luasnya. Bagi ibu,
batas yang bisa menghalanginya untuk memberikan kasih sayang kepada
putera-puterinya tidak pernah ada. Tidak hanya jarak yang bisa ditembus
oleh kasih sayang seorang ibu. Bahkan dinding emosi yang bagaimanapun
tebalnya, bagi seorang ibu bukan batas yang menghalanginya untuk
memberikan kasih sayang. Mungkin seorang anak sudah beribu-ribu kali
menusukkan rasa sakit di hati sang ibu, tapi itu bukan alasan baginya
untuk membatasi rasa kasih dan sayangnya. Pantas Allah dan Rasulul-Nya
menempatkan seorang ibu pada tempat yang mulia di mata anak-anaknya,
sangat pantas sekali. Karena mereka memiliki satu hal, kasih tanpa
batas.
Untuk Ummiku, Jazakillah khairan katsiran
atas semua kasih sayangnya. Nanda takan pernah sanggup membalas semua
pemberianmu. Tapi yakinlah, nanda kan berusaha menjadi yang terbaik di
mata Ummi dengan menjadi yang terbaik bagi umat, tentu di atas semua itu
Allah adalah yang pertama. Nanda selalu ingat harapan Ummi agar nanda
menjadi pengganti para pahlawan pembela Islam dan negeri Indonesia.
Semoga Allah memberi kekuatan kepada nanda. Amin.
Zamzam M Ma’mun
nur_muharam@eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar