Jika di zaman orde lama sering kita dengar slogan yang mengatakan NASAKOM (nasionalis, agama dan komunis), maka baru – baru ini sering kita jumpai slogan yang bertuliskan “ nasionalis dan religius ”. Sobat tahukah kita bahwa dalam mengambil sebuah kata atau slogan, hendaknya kita senantiasa berhati – hati. Apakah itu berasal dari Islam atau bukan ? Kata nasionalis merupakan suatu hadlarah yang bukan berasal dari Islam. Hadlarah ini merupakan hasil dari kebudayaan barat yang bertujuan untuk memecah belah umat Islam. Khususnya setelah kekhilafahan Islamiyah runtuh pada tahun 1924.
Kaum muslimin dipersaudarakan dengan muslim yang lain di belahan bumi manapun, tanpa mengenal sekat – sekat geografis dan nasionalisme. Ikatan kaum muslimin adalah akidah islam. Dalam sabdanya Rasulullah SAW, menggambarkan bagaimana indahnya persaudaraan islam. ” Perumpamaan orang – orang mukmin dalam hal kasih sayang, belas kasihan, dan simpati adalah laksana satu tubuh. Dan jika salah satu anggota tubuhnya merintih, maka ia akan memanggil anggota tubuh lainnya. ” (HR Muslim dari An-Nu’man bi Basyir)Layaknya satu tubuh, apabila tangan kanan kejepit pintu maka tanpa disuruh lagi tangan kiri pasti ngebantuin (masak iya tangan kiri malah ngetawaun). Kasih sayang diantara mereka juga diperhatikan dengan sikap tolong – menolong. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa ikrimah bin Abu Jahal, Suhail bin Amr dan sejumlah sahabat bani al – mughirah telah meninggal dalam perang Yarmuk setelah kehausan yang luar biasa. Ketika salah satu di antara mereka memiliki air minum, ia memberikan kepada yang lain yang dipandang lebih membutuhkan. Yang menerima air itu pun memberikan lagi kepada yang dipandang lebih membutuhkan lagi. Demikian seterusnya hingga kemudian semuanya meninggal tanpa seteguk air pun yang mereka rasakan akibat sikap lebih mengutamakan yang lain. Ternyata indah sekali ya persaudaraan islam itu.
Tapi dalam sistem yang ada sekarang dan tidak tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah, membuat kita cuek dan nggak ambil peduli. Sayangnya kita malah gembira di atsa penderitaan mereka, kita malah hura – hura dan bersenang – senang. Sementara saudara kita di Palestina tidak bisa tidur karena harus menyelamatkan dirinya, mereka terancam, rumah mereka dihancurkan, sholat mereka tidak tenang karenaselalu diiringi dengan dentuman bom dan rentetan senjata yang memuntahkan beratus – ratus peluru. Meski berita ini sudah tidak di ekspos oleh media, namun kejadian ini tetap terus menerus terjadi di sana.
Bebal sekali ya, kita ini ? Mereka itu bukan orang lain, tapi mereka itu adalah saudara kita yang sudah diikat dengan tali Allah yang begitu kuat. Tapi karena ide nasionalisme ini, kita tidak peduli terhadap mereka. Ibarat pisau, nasionalisme adalah pisau yang digunakan penjajah barat untuk memotong – motong tali persaudaraan islam. Dalam sejarah, daulah Khilafah Islamiyah terakhir di Istanbul, Turki yang runtuh pada 3 Maret 1924 pun pecah karena ide nasionalisme yang dipropagandakan barat dengan gencar oleh corongnya yang bernama Mustafa Kemal Pasha.
Nasionalisme ini adalah paham kebangsaan. Menurut kamus Webster, bahwa salah satu bagian dari nasionalisme adalah a sense of national cosciousness exalting one nation above all others (satu perasaan untuk mengagungkan satu bangsa di atas bangsa lain). Ikatan nasionalisme ini adalah ikatan yang bersifat emosional, karena lahir dari naluri mempertahankan diri semata, tidak tumbuh dari kesadaran yang permanen, sehingga wajar jika ikatan nasionalisme ini bersifat kontradiktif. Di satu sisi mempersatukan manusia secara emosional, tapi di satu sisi lain menumbuhkan sikap antiegaliter terhadap bangsa – bangsa lain.
Nasionalisme adalah ikatan yang nggak pantes untuk dijadikan sebagai pengikat di antara manusia. Apalagi jika hal ini dipaksakan kepada umat islam. Islam tidak pernah mengenal ikatan yang namanya nasionalisme, patriotisme, chauvinisme, sukuisme, rasisme, atau apapun namanya. Islam cuma mengenal ikatan akidah islam. Siapa pun dia, apapun warna kulitnya, apapun kebangsaannya, kalau dia berakidah islam, maka dia saudara kita. Sehingga seluruh manusia bersatu di bawah islam. Tapi bukan berarti orang – orang yang tidak mau beriman kepada Islam kemudian serta merta diperangi. Bukan seperti itu.
Dalam Daulah Khilafah Islamiyah, ahlul dzimmah (orang kafir yang jadi warga negara Daulah Khilafah) justru dilindungi sebagaimana orang muslim di lindungi. Kaum muslimin akan berperang dengan orang kafir hanya dalam kondisi – kondisi tertentu saja. Inilah saatnya bagi remaja muslim khususnya, dan seluruh kaum muslimin untuk kermbali berjuang demi tegaknya kembali Daulah Khilafah Islamiyah dan menumbuhkan kembali sense of humanity kita terhadap sesama muslim untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam. So lakukan sesuatu semampu kita untuk membantu mereka semampu kita
Tabahkanlah hatimu saudaraku. Kita sama – sama berjuang sekarang. Allah pasti akan menolong dan memenangkan kita. Yakinlah, karena Allah tidak pernah ingkar janji ? Dengan pertolongan Allah dan perjuangan kita, Islam pasti akan kembali jaya seperti dulu lagi. Dan waktu itu semakin hari semakin dekat. Tentunya dengan ini, kita berharap bahwa ikatan nasionalisme ini sudah tidak pernah ada lagi diantara kita. Karena seluruh kaum muslimin adalah bersaudara, tidak terkecuali. Viva Islam. At least buang jauh – jauh tuh kata nasionalis karena artinya sama aja dengan Nasakom di era orde lama. Dan jangan pernah mencampur adukan antara yang haq dan bathil, seperti religius dan nasionalis. Karena kata itu salah besar. Wallahuallam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar