Social Icons

Pages

Minggu, 22 September 2013

Janji Allah di dalam Al-Quran

Berbicara tentang Yahudi, sama saja dengan membicarakan tingkah polah suatu kaum yang tidak akan pernah habis-habisnya. Kelakuan kaum Yahudi bukan hanya sekedar suatu kebetulan. Kelakuan mereka yang cenderung meremehkan kaum lain yang ada di sekitar mereka, sudah sering terjadi sejak dulunya, bahkan di dunia Islam sepak terjang kaum hina ini dicatat dalam surat tersendiri di dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Bani Israil (Al-Israa’, surat ke-17).
Seperti apakah sebenarnya bangsa Yahudi itu? Lalu apakah bangsa yang telah ditakdirkan menjadi bangsa yang cerdik itu akan terus menguasai dunia? Bagaimana dengan kaum muslimin? Tulisan berikut akan mengulas masa lalu dan masa depan kaum tersebut, tentu saja dengan sudut pandang Al-Islam.
YAHUDI, BANGSA YANG DILAKNAT ALLAH SWT
Sejak berlangsungnya diaspora (bercerainya kaum Yahudi ke seluruh penjuru dunia), mereka telah menjalani babakan sejarah yang amat pekat. Mereka bertebaran di muka bumi, hidup hanya mengandalkan belas kasihan bangsa-bangsa lain. Mereka tinggal di perkampungan tertutup yang dinamai ghetto. Akan tetapi mereka termasuk bangsa yang tidak tahu membalas budi, sehingga bangsa-bangsa yang menerima kehadirannya merasa gundah dan terancam. Keadaan tersebut membuahkan perasaan anti Yahudi yang menjalar ke seluruh penjuru dunia. Pengusiran, pengejaran, teror, dan pembunuhan menjadi warna hidup sehari-hari Yahudi. Kita mencatatnya, bagaimana di bawah kekuasaan Nebuchadznezar misalnya, bangsa Babilonia menumpas habis setiap orang Yahudi di wilayahnya. Begitu pula kejadian yang menimpa mereka pada abad VII M, yaitu ketika Romawi menggulung orang-orang Yahudi di atas bumi Romawi.
Untunglah, dengan munculnya Kekhilafahan Islam, eksistensi mereka terselamatkan (karena semua negara sudah memusuhi mereka) untuk sementara. Namun keadaan tersebut tidak berarti sikap, tabiat, dan sifat-sifat yang mejadi ciri khas bangsa Yahudi sejak dahulu hilang (berubah). Malah dengan terang-terangan mereka menyebarkan intrik politik dan sosial, keresahan ekonomi, dan berbagai macam racun masyarakat ke tengah-tengah kaum muslimin.
Persekongkolan Yahudi dengan para Imperialis Barat dan permusuhannya terhadap kaum muslimin berlanjut sepanjang sejarah, tidak pernah patah di tengah jalan, apalagi berhenti. Di awal abad ini bersama-sama kekuatan lain yang memusuhi Islam, mereka berjaya menggulingkan Kekhilafahan Islam di Istanbul, negara yang sebelumnya melindungi mereka dari kematian dan kepunahannya.
Kejadian yang paling tragis yang menimpa mereka adalah, pembantaian menjelang Perang Dunia II terhadap lebih dari enam juta orang Yahudi di Jerman oleh Nazi Jerman di bawah kekejaman Hitler (mungkin hanya metos untuk tujuan tertentu). Memang tidak ada satu bangsapun di dunia ini mengalami penderitaan begitu lama dan penghinaan yang menginjak-injak martabat mereka sebagai manusia (penyiksaan yang teramat kejam) selain bangsa Yahudi. Tetapi pada dasarnya, perlakuan yang tidak simpatik dan tindakan lainnya yang dilakukan oleh setiap bangsa terhadap mereka tidak lain adalah merupakan akibat ulah mereka. Merekalah kaum yang berani mengatakan, “Sesungguhnya Allah itu fakir dan kami adalah kaum yang kaya” (QS. Ali Imran 181) dan, “Tangan Allah itu terbelenggu (kikir)” (QS. Al Maidah 64). Begitu murkanya Allah kepada mereka sehingga sebagian dari mereka dikutuk menjadi babi dan kera, sesuai firman Allah SWT:
“…yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi…” (QS. Al Maidah 60, lihat pula QS. Al Baqarah 65). Mahabenar Allah SWT dengan segala firmanNya:
“Maka, Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan (melaknat dan mengutuk mereka) disebabkan mereka melanggar perjanjian itu dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah, serta mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar” (QS.An Nisaa’ 155)
“…lalu ditimpakanlah kepada mereka (kaum Yahudi) nista dan kehinaan, serta mereka mendapatkan kemurkaan dari Allah. Hal itu terjadi karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar…” (QS. Al Baqarah 61).
Kehinaanpun akan meliputi mereka dimana-mana, firman Allah SWT:
“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada,…dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah…” (QS. Ali Imran 112).
Kecuali bagi mereka yang kemudian masuk Islam dan memegang janji:
“…kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia…” (QS. Ali Imran 112).
KEPASTIAN PUNAHNYA BANGSA YAHUDI
Tidaklah berlebihan kiranya apabila mereka dijadikan lakon dalam sejarah peradaban manusia, karena peran dan kedudukan mereka dalam sejarah manusia. Dalam surah Al-Isra' (Memperjalankan di Malam Hari) menegaskan kehancuran atas kesombongan mereka. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya kamu (Bani Israil) akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan kamu pasti akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Maka apabila datang saat hukuman kejahatan yang pertama dari kejahatan itu, Kami mendatangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar masuk kampung ke seluruh negeri. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana” (QS. Al Israa’ 4-5).
Bila kita perhatikan ayat di atas yang membahas tentang pengrusakan yang dilakukan oleh orang Yahudi, maka muncul pertanyaan: apakah mereka sudah melakukannya (sebelum ayat-ayat tersebut turun) atau belum? Perlu diketahui bahwa ayat tersebut turunnya di Makkah, jauh sebelum kaum muslimin mempunyai kekuasaan dan kekuatan di Madinah.
Menurut catatan sejarah, bangsa Yahudi telah berkali-kali mengalami kehancuran sebelum datangnya Islam dan sebelum turunnya ayat-ayat di atas. Mereka pernah menelan pil pahit yang nyaris merenggut keberadaan bangsa Yahudi di masa peradaban Babilonia dan Romawi (seperti yang telah disampaikan di alinea sebelumnya), begitu pula yang dilakukan bangsa-bangsa lain sebelum Islam datang. Bukan hal yang perlu dipungkiri jika kesombongan dan kerusakan yang lebih besar lagi akan mereka ulangi di masa yang akan datang sampai akhirnya Allah SWT akan melenyapkan mereka dari permukaan bumi ini.
Apabila kita mendalami ayat-ayat tersebut di atas dengan cermat (dengan menggunakan kaidah Bahasa Arab), akan kita temukan bahwa kata tufsidunna dan ta’lunna merupakan bentukan fi’il mudhari’ (kata kerja yang berlaku untuk masa akan datang (pasti terjadi) atau sekarang), sedangkan ‘lam’ di awal kedua kata tersebut memastikan bahwa kata tersebut merupakan bentuk karta kerja akan datang (future) bukan sekarang (present). Dengan demikian, makna lafadz latufsidunna berarti ‘kamu pasti akan melakukan kerusakan’ dan lafadz lata’lunna berarti ‘kamu pasti akan melakukan kesombongan’. Lafadz ‘latufsidunna’ diberi penjelasan bahwa akan terjadi dua kali, sedangkan ‘lata’lunna’ mendapat penegasan dengan lafadz ‘ulluwan’ yaitu suatu kesombongan yang bersifat kabiiran (besar) dan ditambah lafadz ‘kabiiran’ itu sendiri; berarti kesombongan yang sangat besar. Kemudian ayat berikutnya disambung dengan lafadz ‘idzaa’ yang berarti ‘apabila’ dan ‘fa’ sebelumnya yang merupakan penghubung yang menunjukkan suatu kejadian yang terjadi segera setelah keadaan sebelumnya terpenuhi.
Dari pengertian bahasa, maka kita fahami bahwasanya bangsa Yahudi melakukan kerusakan yang pertama setelah ayat tersebut turun. Kemudian disusul dengan penghancuran yang menimpa mereka tanpa menunggu waktu yang lebih lama (sesuai dengan kata hubung ‘fa’ tadi). Allah SWT melanjutkan firmanNya:
Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar-masuk kampung di seluruh negeri” (QS. Al Israa’ 5).
Lafadz ‘ibaadan lanaa’ yang berarti hamba-hamba Kami, merupakan suatu kehormatan bagi orang-orang tersebut yang akan menghancurkan hegemoni Yahudi. Siapakah sesungguhnya yang dimaksud hamba-hamba Kami? Tidak lain adalah kaum mu’minin, sekelompok kaum yang pantas mendapat predikat ‘ibaadan lanaa’, sebagaimana pernyataan ayat:
Dan hamba-hamba Ar Rahmaan yang berjalan di muka bumi, (memiliki sifat) rendah hati dan apabila mereka ditegur sapa oleh orang-orang jahil, mereka mengucapkan selamat (salam)” (QS. Al Furqon 63).
Katakanlah hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah” (QS. Az Zumar 53).
Mahasuci Allah yang telah menjalankan hambaNya…” (QS. Al Israa’ 1).
Sudah barang tentu gelar kehormatan dan kemuliaan yang diberikan Allah SWT tersebut tidak sesuai dengan sifat-sifat bangsa Babilonia atau Romawi yang pernah menghancurkan bangsa Yahudi sebelumnya. Penghormatan dan kemuliaan itu lebih berhak disandang oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya yang hijrah ke Madinah, negeri tempat kekuasaan, politik, dan ekonomi bangsa Yahudi waktu itu. Tak aneh apabila Rasulullah SAW pertama kali sampai di Madinah langsung menyusun resolusi dan perjanjian politik antara kaum muslimin dengan bangsa Yahudi.
Tetapi bangsa, yang telah mendapat laknat Allah, itu telah melanggar dan merusak perjanjian yang sebelumnya mereka sepakati. Oleh karena itu, Allah SWT mendatangkan kepada mereka hamba-hambaNya (kaum mu’minin) yang mempunyai kekuatan besar, lalu mencari Yahudi keluar masuk kampung ke seluruh pelosok negeri. Berakhirlah kedigjayaan, kepongahan, dan kekuasaan bangsa Yahudi di Madinah, Khaibar, dan kawasan Taima. Bahkan tidak kepalang tanggung, hancurlah seluruh pengaruh dan impian mereka untuk bercokol di bumi Arab. Maha benar Allah SWT dengan firmanNya:
Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir dari ahli kitab itu dari negeri-negeri mereka pada waktu pengusiran yang pertama kali. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar, dan merekapun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan mampu mempertahankan mereka dari hukuman Allah…” (QS. Al Hasyr 2).
KAPAN KEHANCURAN YAHUDI YANG TERAKHIR ?
Pengusiran dan kehancuran Yahudi yang pertama mengakibatkan tersebarnya koloni-koloni mereka ke seluruh penjuru (diaspora) di masa Rasulullah SAW beserta sahabatnya masih hidup. Inilah rahasia lafadz terakhir ayat tadi (Al Israa’ 5), yaitu wa kaana wa dan maf’uulaa yang berarti ‘dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana’. Ayat berikutnya menggambarkan babakan kedua dari kesombongan dan kepongahan mereka:
Kemudian kami berikan giliran padamu untuk mengalahkan mereka kembali, dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (QS. Al Israa’ 6).
Ayat ini mengisyaratkan bahwasanya Allah SWT akan memberikan giliran kepada bangsa Yahudi untuk mengalahkan “mereka”. “Mereka” pada ayat ini berhubungan erat dengan ayat sebelumnya, yaitu orang yang pernah mengusir dan mengejar Yahudi keluar masuk kampung di seluruh negeri. Ayat ini diawali dengan lafadz tsumma yang berfungsi sebagai kata penghubung, yang menghubungkan kejadian pertama dan kejadian kedua dengan memberikan jeda (waktu atau kurun) yang agak lama. Berbeda dengan lafadz fa.
Mahabenar Allah SWT yang menunjukkan kepada kita saat ini Kebesaran dan KeagunganNya dengan mengukir kemenangan bangsa Yahudi atas kaum muslimin. Bangsa Yahudi berhasil membalas sakit hatinya dengan menduduki kembali negeri-negeri Syam dan Palestina, serta mengalahkan pengaruh kaum muslimin di wilayah itu.
Pada ayat di atas tercantum lafadz ‘al karrata’, yang dapat diartikan pula dengan ‘kekuasaan’, disambung dengan ‘dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar’. Kebenaran ayat ini juga tak perlu disangsikan lagi, dengan melimpahnya bantuan ekonomi maupun politik terhadap bangsa Yahudi Israel serta dengan mengalirderasnya arus imigran Yahudi dari segala penjuru dunia ke bumi Palestina, tanpa bisa dicegah lagi oleh kaum muslimin. Kekuatan ekonomi dan militer Barat hampir seluruhnya berdiri di belakang Yahudi, sebagai konsekuensi bagi mereka yang telah melahirkan negara Israel pada tahun 1948. Karenanya, kesombongan dan kepongahan mereka pun meningkat, sesuai dengan derajat kesombongan kedua yang dilukiskan dalam Al Qur’an. Sejarah modern pun mencatat lembaran hitam kaum muslimin akibat ulah bangsa Yahudi, sebagaimana dipaparkan di bawah.
Tanpa mengindahkan kekhawatiran dunia, bangsa Yahudi melompati batas-batas wilayahnya, menduduki kawasan lain yang dapat memeliharanya dari bencana dan kemarahan orang-orang Arab (baca: kaum muslimin), melakukan teror dan pembunuhan, perburuan dan penyiksaan yang belum pernah ditemui dalam sejarah kekejian manusia. Berapa banyak anak-anak kaum muslimin menjadi yatim piatu, wanita yang menjadi janda, orang tua kehilangan anak-anaknya, wanita yang direnggut kehormatannya, rumah-rumah milik kaum muslimin yang dihancurkan, tanah penduduk yang dirampas, tanpa ada balas budi atas kebaikan kaum muslimin di masa lampau terhadap mereka (di masa Kekhilafahan Turki Utsmani bangsa Yahudi kebanyakan menjadi Ahludz Dzimmah*)). Malahan dengan biadab mereka merusak dan membakar Masjidil Aqsha (tahun 1969), merobek-robek Kitab Suci Al Qur’an, dan membunuh jama’ah yang sedang melakukan shalat. Kalaulah kita ingin mencatat kebiadaban mereka, maka akan masih banyak lagi daftar panjang kebiadaban bangsa Yahudi terhadap kaum muslimin.
Benar, bahwasanya perbuatan biadab dan kekejian yang mereka lakukan, sesungguhnya hanyalah akan mempercepat datangnya siksaan dan hukuman Allah SWT sebagaimana yang telah dijanjikan dalam Al Qur’an:
Dan apabila tiba saatnya hukuman bagi (kejahatan) yang kedua. (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-mukamu (Bani Israil), dan untuk memasuki masjid sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali yang pertama, dan untuk membinasakan habis-habisan apa saja yang mereka kuasai.” (QS. Al Israa’ 7).
Dalam ayat ini Allah SWT telah memastikan akan lenyapnya bangsa Yahudi dari permukaan bumi ini. Seperti ayat ke-5, Al Qur’an kembali menggunakan lafadz ‘fa’ bukan ‘tsumma’. ‘Fa’ menunjukkan ‘athaf’ yang berarti segera akan terjadi (bersusulan) begitu keadaan sebelumnya telah terpenuhi (terjadi).
Mahasuci Allah yang memberitahukan kepada kaum muslimin bahwasanya kita akan memasuki Masjidil Aqsha, sebagaimana dahulu (di masa pemerintahan Umar bin Khaththab RA yang menaklukan bumi Palestina). Lafadz ‘wa liyutabbiruu’ berarti kita (kaum muslimin) akan menghancurleburkan apa saja yang berembel-embelkan Yahudi. Dengan teramat indah, ayat tadi menjanjikan tentang kedua kejadian. Peristiwa pertama, telah dilakukan oleh pasukan kaum muslimin yang dipimpin Abu Ubaidah bin Jarrah RA. Sedangkan peristiwa kedua adalah penaklukan terakhir yang akan meluluhlantakkan bangsa Yahudi sampai kedasar-dasarnya tanpa sisa dengan kemenangan kaum muslimin yang gilang-gemilang.
Pada saat kehancuran Yahudi pertama kali, kaum muslimin sedang berada dalam keadaan yang dilukiskan oleh Al Qur’an sebagai ‘hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar’. Dengan demikian, maka lafadz ‘sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali yang pertama’, memiliki relevansi (hubungan) yang amat kuat dengan keadaan yang pernah terjadi sebelumnya. Dengan kata lain, kaum muslimin baru akan menghancurkan Yahudi pada kali yang kedua setelah memiliki kekuatan, setidak-tidaknya menyamai kekuatan dan kekuasaan kaum muslimin di masa sahabat RA.
Lalu, muncul dalam pikiran kita, apakah saat ini kaum muslimin mempunyai kekuatan? Kaum muslimin yang mana yang akan melakukannya? Apakah penguasa-penguasa kaum muslimin saat ini, yang menguasai negeri-negeri kaum muslimin, khususnya di kawasan Timur Tengah, yang akan menghancurkan kepongahan Yahudi? Jawabnya tentu saja tidak.
Memang kaum muslimin saat ini memiliki bilangan jumlah yang teramat besar, tetapi mereka ibarat macan kehilangan taringnya, ibarat sleeping giants, ibarat buih yang mengapung dan terombang-ambing di lautan. Dan para penguasanya duduk di atas buih-buih tadi dan diam dalam kelezatan dunia, mereka membiarkan saja kekejaman yang dilakukan Yahudi atas sesama saudara seaqidah mereka di Palestina, walaupun itu dilakukan di depan hidung mereka. Malah mereka menjerumuskan diri, rakyat, serta negeri mereka di bawah telapak kaki bangsa Yahudi.
Ayat Al Qur’an di atas juga menjanjikan bahwa yang akan mengalahkan bangsa Yahudi (berdasarkan relevansi tadi) adalah ‘ibadan lanaa’ yang memiliki sifat-sifat mulia. Sekarang, apakah kaum muslimin saat ini beserta para penguasanya telah memiliki sifat-sifat sebagaimana yang digambarkan dalam Al Qur’an? Anda semua bisa menjawabnya. Kenyataannya saat ini, sebagian besar umat hanyut dalam pesta pora. Gaya hidup pria-wanitanya yang nista. Apakah dari perempuan-perempuan liar seperti itu akan lahir generasi mujtahid dan mujahid yang kemudian akan menegakkan Islam?
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwasanya kaum muslimin yang memiliki sifat-sifat mulia-lah yang akan mengalahkan bangsa Yahudi, dan mereka akan memperoleh kemenangan di bawah kekuasaan, kekuatan, dan naungan Daulah Islamiyyah (Khilafatan Raasyidatan alaa min haajin Nubuwah) yaitu Khilafah yang menerapkan Syari’at Islam secara keseluruhan. Hanya Daulah Islam yang menerapkan Syari’at Islam secara totalitas inilah, tentunya dengan izin Allah SWT, yang akan menghancurkan eksistensi bangsa Yahudi.
Pada akhir surat Al Israa’ terdapat ayat yang berhubungan dengan janji Allah ini:
Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: ‘Diamlah kamu di negeri ini’. Maka apabila telah datang janji terakhir, niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur.” (QS. Al Israa’ 104).
Lafadz ‘wa’dul akhirah’ yaitu ‘janji terakhir’ mengacu pada janji Allah tentang musnahnya bangsa Yahudi pada kehancurannya yang kedua pada ayat ke-7 surat yang sama. Lafadz ‘faa’ di akhir ayat di atas (QS. 17:104) berarti berkelompok-kelompok dan bercampur-baur. Ini melukiskan realita saat ini, tatkala imigran-imigran Yahudi dari segala penjuru dunia memasuki wilayah Palestina (terutama imigran Yahudi dari Rusia).
Kejadian demi kejadian berlalu, semakin hari semakin menambah dan mempertebal keyakinan kita akan datangnya kemenangan itu. Namun untuk mempercepat apa yang telah dijanjikan Allah SWT kepada kaum muslimin, maka hendaknya kita berhenti sejenak untuk berintrospeksi diri dengan tingkah polah kita, untuk merenungkan sejauh mana kita sebagai kaum muslimin telah berusaha mendekat menuju gambaran sifat-sifat ‘ibadan lanaa’. Lebih penting dari itu adalah sejauh mana kepedulian kita untuk membangkitkan umat ini dan sekaligus merubahnya menjadi suatu kekuatan yang maha dahsyat? Inilah salah satu syarat untuk mewujudkan kemenangan yang pasti diraih kaum muslimin. Kiranya sabda Rasulullah SAW perlu kita renungkan:
Belum akan tiba kiamat sehingga kaum muslimin memerangi kaum Yahudi. Kemudian mereka akan diperangi oleh kaum muslimin sehingga batu dan pohon sampai berkata: ‘Hai kaum muslimin, wahai hamba Allah, inilah seorang Yahudi tersembunyi di belakangku, datangilah dan bunuhlah”. (Seluruh alam akan berkata begitu), kecuali pohon Al Gharghad. Sebab, sesungguhnya ia (pohon itu) tergolong pohon (simpatisan) kaum Yahudi” (HR. Bukhari & Muslim).
HARAPAN BERADA PADA PUNDAK GENERASI INI
Kaum muslimin saat ini hidup pada kurun sejarah sebelum hari kiamat. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, pada masa itu akan terjadi serangkaian peristiwa yang akan menimpa bangsa Yahudi akibat kebengisan dan kesombongan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Mereka adalah satu-satunya bangsa yang telah berani membunuh para Nabi dan Rasul serta mencela Allah SWT. Merekalah satu-satunya umat yang dikutuk Allah SWT dengan menjadikannya babi dan kera. Mereka jugalah satu-satunya umat yang diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, merasakan pahit getirnya penderitaan yang teramat hebat. Itulah siksa dan azab yang menimpa mereka pada masa lalu. Mereka seolah-olah menjadi satu bangsa yang telah ditakdirkan untuk menderita, karena kekejaman yang mereka lakukan terhadap para nabi dan kaum muslimin melampaui batas-batas yang dilakukan golongan manusia lainnya. Pada golongan agama lain selain Yahudi, walaupun mereka juga tidak ingin melihat Islam tumbuh dan berkembang (QS. Al Baqarah 120), tapi mereka tidaklah sebiadab bangsa Yahudi dalam membenci Islam. Bahkan sejarah mencatat, bahwa yang mempunyai rencana untuk menyalib Isa AS dan kemudian menyalib orang yang diserupakan Allah dengan Isa AS (QS. An Nisaa’ 157) adalah bangsa Yahudi juga. Kemurkaan Allah SWT terhadap mereka tersurat dengan jelas dalam Al Qur’an:
Dan ingatlah ketika Rabbmu memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia pasti mengirim kepada mereka (kaum Yahudi) sampai hari kiamat, orang-orang yang akan menimpakan adzab kepada mereka dengan yang seburuk-buruknya” (QS. Al A’raaf 167).
Serangkaian ayat-ayat dan hadits yang diungkapkan di atas mengisyaratkan bahwa negara Israel yang dikuasai Yahudi tidak akan lama lagi usianya. Negara itu akan hilang dari peta dunia, dan kepunahannya merupakan hal yang pasti, walaupun seluruh kekuatan di muka bumi memberikan kepada mereka ramuan panjang umur untuk mempertahankan eksistensinya. Namun kemusnahan bangsa Yahudi tidak bisa diwujudkan hanya dengan do’a saja, atau hanya dengan tafsir terhadap ayat-ayat dan hadits yang berkaitan dengan hal itu.
Aqidah Islam tidak mengajarkan keyakinan seperti itu. Sedang Rasulullah SAW sendiripun yang dijanjikan kemenangannya tidak berpangku tangan dan berdo’a saja dalam memerangi kaum kafir. Beliau bahkan harus mengorbankan harta, air mata, darah, bahkan nyawa kaum muslimin. Generasi muslimin pada masa dahulu bahu-membahu menyusun kekuatan, menggalang persatuan, memproklamirkan suatu kekuatan baru yang siap mengorbankan aspek-aspek materi/fisik untuk mencapai tujuan menegakkan kalimat Allah SWT serta hidup secara Islam di bawah naungan Syari’at Islam yang agung. Mereka berhasil memperoleh kemenangan tatkala mereka mengikatkan diri mereka di jalan Allah, dan akan menderita kekalahan dan kehinaan tatkala melanggar jalan Allah SWT.
Kini, saat umat Islam menghadapi berbagai krisis yang menentukan hidup dan matinya, sedang mengalami ujian yang tiada tolok bandingnya. Membanjirnya musuh-musuh Islam yang menghanyutkan sendi-sendi Syari’at dan masyarakat Islam, yang menyisakan kotoran dan lumpur kesesatan dan kemunafikan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dan hukum pemerintahan, dan mengibarkan berbagai bendera kekafiran, serta berdirinya berbagai bentuk negara. Musuh-musuh Islam itu ada yang menyamar menjadi kaum muslimin dan menyerang dari dalam dan menggerogoti umat dengan merusak sendi-sendi syari’at yang telah qath’i nashnya. Para penguasanya hanya diam, buta dan tuli terhadap kejahatan dan kesewenangan yang berada di hadapan mereka. Sedang umat telah tenggelam di majelis-majelis para Darwisy, berdo’a dan asyik memohon kepada Allah SWT agar banjir kesesatan dan kekafiran yang melanda umat segera berlalu.
Setelah sekian lama umat hanyut diombang-ambing dalam ketidakpastian, sekaranglah saatnya untuk membangun kembali puing-puing yang telah hancur dilanda air bah, menyusun kekuatan, merapikan barisan, memperindah bangunan peradaban Islam dengan sifat-sifat mulia, berdo’a, dan bertawakkal. Hanya dengan jalan itu, pastilah kemenangan itu akan dengan cepat dan mudah diraih, insyaAllah. Tinggallah sekarang, apakah umat ini mau melakukan pilihan yang justru akan menentukan hidup mati mereka? Juga, apakah umat saat ini mau membangun dan merancang kembali bangunan Islam yang dulu pernah tegak? Atau, malah umat akan turut hanyut bersama air bah kesesatan dan kekafiran? Mahabenar Allah SWT dengan segala firmanNya:
Maka bersabarlah kamu. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, dan janganlah sekali-kali orang yang tidak meyakini ayat-ayat Allah itu berhasil menakut-nakuti kamu.” (QS. Ar Ruum 60).

SUMBER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar