Berbicara tentang Yahudi, sama saja
dengan membicarakan tingkah polah suatu kaum yang tidak akan pernah
habis-habisnya. Kelakuan kaum Yahudi bukan hanya sekedar suatu
kebetulan. Kelakuan mereka yang cenderung meremehkan kaum lain yang ada
di sekitar mereka, sudah sering terjadi sejak dulunya, bahkan di dunia
Islam sepak terjang kaum hina ini dicatat dalam surat tersendiri di
dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Bani Israil (Al-Israa’, surat ke-17).
Seperti
apakah sebenarnya bangsa Yahudi itu? Lalu apakah bangsa yang telah
ditakdirkan menjadi bangsa yang cerdik itu akan terus menguasai dunia?
Bagaimana dengan kaum muslimin? Tulisan berikut akan mengulas masa lalu
dan masa depan kaum tersebut, tentu saja dengan sudut pandang Al-Islam.
YAHUDI, BANGSA YANG DILAKNAT ALLAH SWT
Sejak
berlangsungnya diaspora (bercerainya kaum Yahudi ke seluruh penjuru
dunia), mereka telah menjalani babakan sejarah yang amat pekat. Mereka
bertebaran di muka bumi, hidup hanya mengandalkan belas kasihan
bangsa-bangsa lain. Mereka tinggal di perkampungan tertutup yang dinamai
ghetto. Akan tetapi mereka termasuk bangsa yang tidak tahu membalas
budi, sehingga bangsa-bangsa yang menerima kehadirannya merasa gundah
dan terancam. Keadaan tersebut membuahkan perasaan anti Yahudi yang
menjalar ke seluruh penjuru dunia. Pengusiran, pengejaran, teror, dan
pembunuhan menjadi warna hidup sehari-hari Yahudi. Kita mencatatnya,
bagaimana di bawah kekuasaan Nebuchadznezar misalnya, bangsa Babilonia
menumpas habis setiap orang Yahudi di wilayahnya. Begitu pula kejadian
yang menimpa mereka pada abad VII M, yaitu ketika Romawi menggulung
orang-orang Yahudi di atas bumi Romawi.
Untunglah,
dengan munculnya Kekhilafahan Islam, eksistensi mereka terselamatkan
(karena semua negara sudah memusuhi mereka) untuk sementara. Namun
keadaan tersebut tidak berarti sikap, tabiat, dan sifat-sifat yang
mejadi ciri khas bangsa Yahudi sejak dahulu hilang (berubah). Malah
dengan terang-terangan mereka menyebarkan intrik politik dan sosial,
keresahan ekonomi, dan berbagai macam racun masyarakat ke tengah-tengah
kaum muslimin.
Persekongkolan
Yahudi dengan para Imperialis Barat dan permusuhannya terhadap kaum
muslimin berlanjut sepanjang sejarah, tidak pernah patah di tengah
jalan, apalagi berhenti. Di awal abad ini bersama-sama kekuatan lain
yang memusuhi Islam, mereka berjaya menggulingkan Kekhilafahan Islam di
Istanbul, negara yang sebelumnya melindungi mereka dari kematian dan
kepunahannya.
Kejadian yang paling
tragis yang menimpa mereka adalah, pembantaian menjelang Perang Dunia II
terhadap lebih dari enam juta orang Yahudi di Jerman oleh Nazi Jerman
di bawah kekejaman Hitler (mungkin hanya metos untuk tujuan tertentu).
Memang tidak ada satu bangsapun di dunia ini mengalami penderitaan
begitu lama dan penghinaan yang menginjak-injak martabat mereka sebagai
manusia (penyiksaan yang teramat kejam) selain bangsa Yahudi. Tetapi
pada dasarnya, perlakuan yang tidak simpatik dan tindakan lainnya yang
dilakukan oleh setiap bangsa terhadap mereka tidak lain adalah merupakan
akibat ulah mereka. Merekalah kaum yang berani mengatakan,
“Sesungguhnya Allah itu fakir dan kami adalah kaum yang kaya” (QS. Ali
Imran 181) dan, “Tangan Allah itu terbelenggu (kikir)” (QS. Al Maidah
64). Begitu murkanya Allah kepada mereka sehingga sebagian dari mereka
dikutuk menjadi babi dan kera, sesuai firman Allah SWT:
“…yaitu
orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka ada yang
dijadikan kera dan babi…” (QS. Al Maidah 60, lihat pula QS. Al Baqarah
65). Mahabenar Allah SWT dengan segala firmanNya:
“Maka,
Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan (melaknat dan mengutuk
mereka) disebabkan mereka melanggar perjanjian itu dan karena kekafiran
mereka terhadap keterangan-keterangan Allah, serta mereka membunuh
nabi-nabi tanpa alasan yang benar” (QS.An Nisaa’ 155)
“…lalu
ditimpakanlah kepada mereka (kaum Yahudi) nista dan kehinaan, serta
mereka mendapatkan kemurkaan dari Allah. Hal itu terjadi karena mereka
selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh nabi-nabi tanpa alasan
yang benar…” (QS. Al Baqarah 61).
Kehinaanpun akan meliputi mereka dimana-mana, firman Allah SWT:
“Mereka
diliputi kehinaan dimana saja mereka berada,…dan mereka kembali
mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang
demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah…” (QS. Ali Imran
112).
Kecuali bagi mereka yang kemudian masuk Islam dan memegang janji:
“…kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia…” (QS. Ali Imran 112).
KEPASTIAN PUNAHNYA BANGSA YAHUDI
Tidaklah berlebihan kiranya apabila mereka dijadikan lakon dalam sejarah peradaban manusia,
karena peran dan kedudukan mereka dalam sejarah manusia. Dalam surah
Al-Isra' (Memperjalankan di Malam Hari) menegaskan kehancuran atas
kesombongan mereka. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya kamu (Bani Israil) akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan kamu pasti akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Maka apabila datang saat hukuman kejahatan yang pertama dari kejahatan itu, Kami mendatangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar masuk kampung ke seluruh negeri. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana” (QS. Al Israa’ 4-5).
Bila
kita perhatikan ayat di atas yang membahas tentang pengrusakan yang
dilakukan oleh orang Yahudi, maka muncul pertanyaan: apakah mereka sudah
melakukannya (sebelum ayat-ayat tersebut turun) atau belum? Perlu
diketahui bahwa ayat tersebut turunnya di Makkah, jauh sebelum kaum
muslimin mempunyai kekuasaan dan kekuatan di Madinah.
Menurut
catatan sejarah, bangsa Yahudi telah berkali-kali mengalami kehancuran
sebelum datangnya Islam dan sebelum turunnya ayat-ayat di atas. Mereka
pernah menelan pil pahit yang nyaris merenggut keberadaan bangsa Yahudi
di masa peradaban Babilonia dan Romawi (seperti yang telah disampaikan
di alinea sebelumnya), begitu pula yang dilakukan bangsa-bangsa lain
sebelum Islam datang. Bukan hal yang perlu dipungkiri jika kesombongan
dan kerusakan yang lebih besar lagi akan mereka ulangi di masa yang akan
datang sampai akhirnya Allah SWT akan melenyapkan mereka dari permukaan
bumi ini.
Apabila kita mendalami
ayat-ayat tersebut di atas dengan cermat (dengan menggunakan kaidah
Bahasa Arab), akan kita temukan bahwa kata tufsidunna dan ta’lunna
merupakan bentukan fi’il mudhari’ (kata kerja yang berlaku untuk masa
akan datang (pasti terjadi) atau sekarang), sedangkan ‘lam’ di awal
kedua kata tersebut memastikan bahwa kata tersebut merupakan bentuk
karta kerja akan datang (future) bukan sekarang (present). Dengan
demikian, makna lafadz latufsidunna berarti ‘kamu pasti akan melakukan kerusakan’ dan lafadz lata’lunna
berarti ‘kamu pasti akan melakukan kesombongan’. Lafadz ‘latufsidunna’
diberi penjelasan bahwa akan terjadi dua kali, sedangkan ‘lata’lunna’
mendapat penegasan dengan lafadz ‘ulluwan’ yaitu suatu kesombongan yang
bersifat kabiiran (besar) dan ditambah lafadz ‘kabiiran’ itu sendiri;
berarti kesombongan yang sangat besar. Kemudian ayat berikutnya
disambung dengan lafadz ‘idzaa’ yang berarti ‘apabila’ dan ‘fa’
sebelumnya yang merupakan penghubung yang menunjukkan suatu kejadian
yang terjadi segera setelah keadaan sebelumnya terpenuhi.
Dari pengertian bahasa,
maka kita fahami bahwasanya bangsa Yahudi melakukan kerusakan yang
pertama setelah ayat tersebut turun. Kemudian disusul dengan
penghancuran yang menimpa mereka tanpa menunggu waktu yang lebih lama
(sesuai dengan kata hubung ‘fa’ tadi). Allah SWT melanjutkan firmanNya:
Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar-masuk kampung di seluruh negeri” (QS. Al Israa’ 5).
Lafadz ‘ibaadan
lanaa’ yang berarti hamba-hamba Kami, merupakan suatu kehormatan bagi
orang-orang tersebut yang akan menghancurkan hegemoni Yahudi. Siapakah
sesungguhnya yang dimaksud hamba-hamba Kami? Tidak lain adalah kaum
mu’minin, sekelompok kaum yang pantas mendapat predikat ‘ibaadan lanaa’,
sebagaimana pernyataan ayat:
Dan hamba-hamba Ar Rahmaan yang berjalan di muka bumi, (memiliki sifat) rendah hati dan apabila mereka ditegur sapa oleh orang-orang jahil, mereka mengucapkan selamat (salam)” (QS. Al Furqon 63).
Katakanlah hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah” (QS. Az Zumar 53).
Mahasuci Allah yang telah menjalankan hambaNya…” (QS. Al Israa’ 1).
Sudah
barang tentu gelar kehormatan dan kemuliaan yang diberikan Allah SWT
tersebut tidak sesuai dengan sifat-sifat bangsa Babilonia atau Romawi
yang pernah menghancurkan bangsa Yahudi sebelumnya. Penghormatan dan
kemuliaan itu lebih berhak disandang oleh Rasulullah SAW beserta para
sahabatnya yang hijrah ke Madinah, negeri tempat kekuasaan, politik, dan
ekonomi bangsa Yahudi waktu itu. Tak aneh apabila Rasulullah SAW
pertama kali sampai di Madinah langsung menyusun resolusi dan perjanjian
politik antara kaum muslimin dengan bangsa Yahudi.
Tetapi
bangsa, yang telah mendapat laknat Allah, itu telah melanggar dan
merusak perjanjian yang sebelumnya mereka sepakati. Oleh karena itu,
Allah SWT mendatangkan kepada mereka hamba-hambaNya (kaum mu’minin) yang
mempunyai kekuatan besar, lalu mencari Yahudi keluar masuk kampung ke
seluruh pelosok negeri. Berakhirlah kedigjayaan, kepongahan, dan
kekuasaan bangsa Yahudi di Madinah, Khaibar, dan kawasan Taima. Bahkan
tidak kepalang tanggung, hancurlah seluruh pengaruh dan impian mereka
untuk bercokol di bumi Arab. Maha benar Allah SWT dengan firmanNya:
Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir dari ahli kitab itu dari negeri-negeri mereka pada waktu pengusiran yang pertama kali. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar, dan merekapun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan mampu mempertahankan mereka dari hukuman Allah…” (QS. Al Hasyr 2).
KAPAN KEHANCURAN YAHUDI YANG TERAKHIR ?
Pengusiran
dan kehancuran Yahudi yang pertama mengakibatkan tersebarnya
koloni-koloni mereka ke seluruh penjuru (diaspora) di masa Rasulullah
SAW beserta sahabatnya masih hidup. Inilah rahasia lafadz terakhir ayat
tadi (Al Israa’ 5), yaitu wa kaana wa dan maf’uulaa
yang berarti ‘dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana’. Ayat
berikutnya menggambarkan babakan kedua dari kesombongan dan kepongahan
mereka:
Kemudian kami berikan giliran padamu untuk mengalahkan mereka kembali, dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (QS. Al Israa’ 6).
Ayat
ini mengisyaratkan bahwasanya Allah SWT akan memberikan giliran kepada
bangsa Yahudi untuk mengalahkan “mereka”. “Mereka” pada ayat ini
berhubungan erat dengan ayat sebelumnya, yaitu orang yang pernah
mengusir dan mengejar Yahudi keluar masuk kampung di seluruh negeri.
Ayat ini diawali dengan lafadz tsumma yang
berfungsi sebagai kata penghubung, yang menghubungkan kejadian pertama
dan kejadian kedua dengan memberikan jeda (waktu atau kurun) yang agak
lama. Berbeda dengan lafadz fa.
Mahabenar
Allah SWT yang menunjukkan kepada kita saat ini Kebesaran dan
KeagunganNya dengan mengukir kemenangan bangsa Yahudi atas kaum
muslimin. Bangsa Yahudi berhasil membalas sakit hatinya dengan menduduki
kembali negeri-negeri Syam dan Palestina, serta mengalahkan pengaruh
kaum muslimin di wilayah itu.
Pada ayat di atas tercantum lafadz ‘al karrata’, yang dapat diartikan pula dengan ‘kekuasaan’, disambung dengan ‘dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar’.
Kebenaran ayat ini juga tak perlu disangsikan lagi, dengan melimpahnya
bantuan ekonomi maupun politik terhadap bangsa Yahudi Israel serta
dengan mengalirderasnya arus imigran Yahudi dari segala penjuru dunia ke
bumi Palestina, tanpa bisa dicegah lagi oleh kaum muslimin. Kekuatan
ekonomi dan militer Barat hampir seluruhnya berdiri di belakang Yahudi,
sebagai konsekuensi bagi mereka yang telah melahirkan negara Israel pada
tahun 1948. Karenanya, kesombongan dan kepongahan mereka pun meningkat,
sesuai dengan derajat kesombongan kedua yang dilukiskan dalam Al
Qur’an. Sejarah modern pun mencatat lembaran hitam kaum muslimin akibat
ulah bangsa Yahudi, sebagaimana dipaparkan di bawah.
Tanpa
mengindahkan kekhawatiran dunia, bangsa Yahudi melompati batas-batas
wilayahnya, menduduki kawasan lain yang dapat memeliharanya dari bencana
dan kemarahan orang-orang Arab (baca: kaum muslimin), melakukan teror
dan pembunuhan, perburuan dan penyiksaan yang belum pernah ditemui dalam
sejarah kekejian manusia. Berapa banyak anak-anak kaum muslimin menjadi
yatim piatu, wanita yang menjadi janda, orang tua kehilangan
anak-anaknya, wanita yang direnggut kehormatannya, rumah-rumah milik
kaum muslimin yang dihancurkan, tanah penduduk yang dirampas, tanpa ada
balas budi atas kebaikan kaum muslimin di masa lampau terhadap mereka
(di masa Kekhilafahan Turki Utsmani bangsa Yahudi kebanyakan menjadi
Ahludz Dzimmah*)). Malahan dengan biadab mereka merusak dan membakar
Masjidil Aqsha (tahun 1969), merobek-robek Kitab Suci Al Qur’an, dan
membunuh jama’ah yang sedang melakukan shalat. Kalaulah kita ingin
mencatat kebiadaban mereka, maka akan masih banyak lagi daftar panjang
kebiadaban bangsa Yahudi terhadap kaum muslimin.
Benar,
bahwasanya perbuatan biadab dan kekejian yang mereka lakukan,
sesungguhnya hanyalah akan mempercepat datangnya siksaan dan hukuman
Allah SWT sebagaimana yang telah dijanjikan dalam Al Qur’an:
Dan apabila tiba saatnya hukuman bagi (kejahatan) yang kedua. (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-mukamu (Bani Israil), dan untuk memasuki masjid sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali yang pertama, dan untuk membinasakan habis-habisan apa saja yang mereka kuasai.” (QS. Al Israa’ 7).
Dalam
ayat ini Allah SWT telah memastikan akan lenyapnya bangsa Yahudi dari
permukaan bumi ini. Seperti ayat ke-5, Al Qur’an kembali menggunakan
lafadz ‘fa’ bukan ‘tsumma’. ‘Fa’ menunjukkan ‘athaf’ yang berarti segera
akan terjadi (bersusulan) begitu keadaan sebelumnya telah terpenuhi
(terjadi).
Mahasuci Allah yang
memberitahukan kepada kaum muslimin bahwasanya kita akan memasuki
Masjidil Aqsha, sebagaimana dahulu (di masa pemerintahan Umar bin
Khaththab RA yang menaklukan bumi Palestina). Lafadz ‘wa liyutabbiruu’
berarti kita (kaum muslimin) akan menghancurleburkan apa saja yang
berembel-embelkan Yahudi. Dengan teramat indah, ayat tadi menjanjikan
tentang kedua kejadian. Peristiwa pertama, telah dilakukan oleh pasukan
kaum muslimin yang dipimpin Abu Ubaidah bin Jarrah RA. Sedangkan
peristiwa kedua adalah penaklukan terakhir yang akan meluluhlantakkan
bangsa Yahudi sampai kedasar-dasarnya tanpa sisa dengan kemenangan kaum
muslimin yang gilang-gemilang.
Pada saat kehancuran Yahudi pertama kali, kaum muslimin sedang berada dalam keadaan yang dilukiskan oleh Al Qur’an sebagai ‘hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar’.
Dengan demikian, maka lafadz ‘sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya
pada kali yang pertama’, memiliki relevansi (hubungan) yang amat kuat
dengan keadaan yang pernah terjadi sebelumnya. Dengan kata lain, kaum
muslimin baru akan menghancurkan Yahudi pada kali yang kedua setelah
memiliki kekuatan, setidak-tidaknya menyamai kekuatan dan kekuasaan kaum
muslimin di masa sahabat RA.
Lalu,
muncul dalam pikiran kita, apakah saat ini kaum muslimin mempunyai
kekuatan? Kaum muslimin yang mana yang akan melakukannya? Apakah
penguasa-penguasa kaum muslimin saat ini, yang menguasai negeri-negeri
kaum muslimin, khususnya di kawasan Timur Tengah, yang akan
menghancurkan kepongahan Yahudi? Jawabnya tentu saja tidak.
Memang
kaum muslimin saat ini memiliki bilangan jumlah yang teramat besar,
tetapi mereka ibarat macan kehilangan taringnya, ibarat sleeping giants,
ibarat buih yang mengapung dan terombang-ambing di lautan. Dan para
penguasanya duduk di atas buih-buih tadi dan diam dalam kelezatan dunia,
mereka membiarkan saja kekejaman yang dilakukan Yahudi atas sesama
saudara seaqidah mereka di Palestina, walaupun itu dilakukan di depan
hidung mereka. Malah mereka menjerumuskan diri, rakyat, serta negeri
mereka di bawah telapak kaki bangsa Yahudi.
Ayat
Al Qur’an di atas juga menjanjikan bahwa yang akan mengalahkan bangsa
Yahudi (berdasarkan relevansi tadi) adalah ‘ibadan lanaa’ yang memiliki
sifat-sifat mulia. Sekarang, apakah kaum muslimin saat ini beserta para
penguasanya telah memiliki sifat-sifat sebagaimana yang digambarkan
dalam Al Qur’an? Anda semua bisa menjawabnya. Kenyataannya saat ini,
sebagian besar umat hanyut dalam pesta pora. Gaya hidup pria-wanitanya
yang nista. Apakah dari perempuan-perempuan liar seperti itu akan lahir
generasi mujtahid dan mujahid yang kemudian akan menegakkan Islam?
Ketahuilah
wahai saudaraku, bahwasanya kaum muslimin yang memiliki sifat-sifat
mulia-lah yang akan mengalahkan bangsa Yahudi, dan mereka akan
memperoleh kemenangan di bawah kekuasaan, kekuatan, dan naungan Daulah
Islamiyyah (Khilafatan Raasyidatan alaa min haajin Nubuwah) yaitu
Khilafah yang menerapkan Syari’at Islam secara keseluruhan. Hanya Daulah
Islam yang menerapkan Syari’at Islam secara totalitas inilah, tentunya
dengan izin Allah SWT, yang akan menghancurkan eksistensi bangsa Yahudi.
Pada akhir surat Al Israa’ terdapat ayat yang berhubungan dengan janji Allah ini:
Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: ‘Diamlah kamu di negeri ini’. Maka apabila telah datang janji terakhir, niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur.” (QS. Al Israa’ 104).
Lafadz
‘wa’dul akhirah’ yaitu ‘janji terakhir’ mengacu pada janji Allah
tentang musnahnya bangsa Yahudi pada kehancurannya yang kedua pada ayat
ke-7 surat yang sama. Lafadz ‘faa’ di akhir ayat di atas (QS. 17:104)
berarti berkelompok-kelompok dan bercampur-baur. Ini melukiskan realita
saat ini, tatkala imigran-imigran Yahudi dari segala penjuru dunia
memasuki wilayah Palestina (terutama imigran Yahudi dari Rusia).
Kejadian
demi kejadian berlalu, semakin hari semakin menambah dan mempertebal
keyakinan kita akan datangnya kemenangan itu. Namun untuk mempercepat
apa yang telah dijanjikan Allah SWT kepada kaum muslimin, maka hendaknya
kita berhenti sejenak untuk berintrospeksi diri dengan tingkah polah
kita, untuk merenungkan sejauh mana kita sebagai kaum muslimin telah
berusaha mendekat menuju gambaran sifat-sifat ‘ibadan lanaa’. Lebih
penting dari itu adalah sejauh mana kepedulian kita untuk membangkitkan
umat ini dan sekaligus merubahnya menjadi suatu kekuatan yang maha
dahsyat? Inilah salah satu syarat untuk mewujudkan kemenangan yang pasti
diraih kaum muslimin. Kiranya sabda Rasulullah SAW perlu kita
renungkan:
Belum akan tiba kiamat sehingga kaum muslimin memerangi kaum Yahudi. Kemudian mereka akan diperangi oleh kaum muslimin sehingga batu dan pohon sampai berkata: ‘Hai kaum muslimin, wahai hamba Allah, inilah seorang Yahudi tersembunyi di belakangku, datangilah dan bunuhlah”. (Seluruh alam akan berkata begitu), kecuali pohon Al Gharghad. Sebab, sesungguhnya ia (pohon itu) tergolong pohon (simpatisan) kaum Yahudi” (HR. Bukhari & Muslim).
HARAPAN BERADA PADA PUNDAK GENERASI INI
Kaum
muslimin saat ini hidup pada kurun sejarah sebelum hari kiamat.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, pada masa itu akan terjadi
serangkaian peristiwa yang akan menimpa bangsa Yahudi akibat kebengisan
dan kesombongan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Mereka adalah
satu-satunya bangsa yang telah berani membunuh para Nabi dan Rasul serta
mencela Allah SWT. Merekalah satu-satunya umat yang dikutuk Allah SWT
dengan menjadikannya babi dan kera. Mereka jugalah satu-satunya umat
yang diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, merasakan pahit
getirnya penderitaan yang teramat hebat. Itulah siksa dan azab yang
menimpa mereka pada masa lalu. Mereka seolah-olah menjadi satu bangsa
yang telah ditakdirkan untuk menderita, karena kekejaman yang mereka
lakukan terhadap para nabi dan kaum muslimin melampaui batas-batas yang
dilakukan golongan manusia lainnya. Pada golongan agama lain selain
Yahudi, walaupun mereka juga tidak ingin melihat Islam tumbuh dan
berkembang (QS. Al Baqarah 120), tapi mereka tidaklah sebiadab bangsa
Yahudi dalam membenci Islam. Bahkan sejarah mencatat, bahwa yang
mempunyai rencana untuk menyalib Isa AS dan kemudian menyalib orang yang
diserupakan Allah dengan Isa AS (QS. An Nisaa’ 157) adalah bangsa
Yahudi juga. Kemurkaan Allah SWT terhadap mereka tersurat dengan jelas
dalam Al Qur’an:
Dan ingatlah ketika Rabbmu memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia pasti mengirim kepada mereka (kaum Yahudi) sampai hari kiamat, orang-orang yang akan menimpakan adzab kepada mereka dengan yang seburuk-buruknya” (QS. Al A’raaf 167).
Serangkaian
ayat-ayat dan hadits yang diungkapkan di atas mengisyaratkan bahwa
negara Israel yang dikuasai Yahudi tidak akan lama lagi usianya. Negara
itu akan hilang dari peta dunia, dan kepunahannya merupakan hal yang
pasti, walaupun seluruh kekuatan di muka bumi memberikan kepada mereka
ramuan panjang umur untuk mempertahankan eksistensinya. Namun kemusnahan
bangsa Yahudi tidak bisa diwujudkan hanya dengan do’a saja, atau hanya
dengan tafsir terhadap ayat-ayat dan hadits yang berkaitan dengan hal
itu.
Aqidah Islam tidak mengajarkan
keyakinan seperti itu. Sedang Rasulullah SAW sendiripun yang dijanjikan
kemenangannya tidak berpangku tangan dan berdo’a saja dalam memerangi
kaum kafir. Beliau bahkan harus mengorbankan harta, air mata, darah,
bahkan nyawa kaum muslimin. Generasi muslimin pada masa dahulu
bahu-membahu menyusun kekuatan, menggalang persatuan, memproklamirkan
suatu kekuatan baru yang siap mengorbankan aspek-aspek materi/fisik
untuk mencapai tujuan menegakkan kalimat Allah SWT serta hidup secara
Islam di bawah naungan Syari’at Islam yang agung. Mereka berhasil
memperoleh kemenangan tatkala mereka mengikatkan diri mereka di jalan
Allah, dan akan menderita kekalahan dan kehinaan tatkala melanggar jalan
Allah SWT.
Kini, saat umat Islam
menghadapi berbagai krisis yang menentukan hidup dan matinya, sedang
mengalami ujian yang tiada tolok bandingnya. Membanjirnya musuh-musuh
Islam yang menghanyutkan sendi-sendi Syari’at dan masyarakat Islam, yang
menyisakan kotoran dan lumpur kesesatan dan kemunafikan yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat dan hukum pemerintahan, dan
mengibarkan berbagai bendera kekafiran, serta berdirinya berbagai bentuk
negara. Musuh-musuh Islam itu ada yang menyamar menjadi kaum muslimin
dan menyerang dari dalam dan menggerogoti umat dengan merusak
sendi-sendi syari’at yang telah qath’i nashnya. Para penguasanya hanya
diam, buta dan tuli terhadap kejahatan dan kesewenangan yang berada di
hadapan mereka. Sedang umat telah tenggelam di majelis-majelis para
Darwisy, berdo’a dan asyik memohon kepada Allah SWT agar banjir
kesesatan dan kekafiran yang melanda umat segera berlalu.
Setelah
sekian lama umat hanyut diombang-ambing dalam ketidakpastian,
sekaranglah saatnya untuk membangun kembali puing-puing yang telah
hancur dilanda air bah, menyusun kekuatan, merapikan barisan,
memperindah bangunan peradaban Islam dengan sifat-sifat mulia, berdo’a,
dan bertawakkal. Hanya dengan jalan itu, pastilah kemenangan itu akan
dengan cepat dan mudah diraih, insyaAllah. Tinggallah sekarang, apakah
umat ini mau melakukan pilihan yang justru akan menentukan hidup mati
mereka? Juga, apakah umat saat ini mau membangun dan merancang kembali
bangunan Islam yang dulu pernah tegak? Atau, malah umat akan turut
hanyut bersama air bah kesesatan dan kekafiran? Mahabenar Allah SWT
dengan segala firmanNya:
Maka bersabarlah kamu. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, dan janganlah sekali-kali orang yang tidak meyakini ayat-ayat Allah itu berhasil menakut-nakuti kamu.” (QS. Ar Ruum 60).
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar