Wafatnya Neil Armstrong, astronot Amerika pada Sabtu, 25 Agustus di Ohio, sontak mengejutkan dunia astronomi. Bukan saja karena nama besar yang disandang astronot yang dikenal rendah hati ini, namun juga soal kisah pendaratan di Bulan pada 20 Juli 1969.
Sayangnya,
gegap gempita pendaratan Bulan diwarnai berbagai isu tak mengenakkan.
Pendaratan di Bulan hanya hoax belaka. Isu ini yang terus dihembuskan
hingga kini oleh kelompok yang tidak mempercayai adanya pendaratan di
Bulan. Tak kurang-kurang mereka menyodorkan berbagai pernyataan dan
pertanyaan terkait keganjilan tentang pendaratan di Bulan ini. Tak
sedikit yang terus meminta, bahkan di penghujung hidup sang astronot,
Neil Armstrong, agar menceritakan “fakta” sebenarnya, bahwa tak pernah
ada pendaratan di Bulan! Misi pendaratan ini adalah konspirasi belaka!
Kurang lebih begitulah teriakan dari kelompok yang kontra ini.
Oke, lantas kenapa jejak bendera ini tidak “terlacak” teleskop
kini? Mungkinkah bendera yang ditancapkan di sana telah hancur lebur
diterpa kondisi Bulan yang begitu ekstrim (100 °C di siang hari dan -180
°C di malam hari)? Bisa jadi. Kabar terbaru menyatakan, jejak
pendaratan di Bulan telah terindentifikasi LRO (Lunar Reconnaissance Orbiter),
wahana satelit pengamat Bulan yang diluncurkan pada 18 Juni 2009.
Bendera memang tidak mudah untuk teramati dari Bumi menggunakan teleskop
karena ukurannya yang relatif kecil, pun demikian pengamatan dari LRO
yang tidak mudah menemukan jejak bendera, meskipun beberapa jejak
bendera dari beberapa misi Apollo akhirnya bisa terlacak.
Citra permukaan Bulan yang diambil oleh Lunar Reconnaissance Orbiter di lokasi pendaratan Apollo 17 (dok. NASA)
Tinggalkan
soal bendera. Sekarang, mengapa tak tampak kerlip bintang di langit
Bulan pada foto pendaratan di sana? Logikanya, kondisi Bulan yang tanpa
atmosfer tentunya justru membuat bintang-bintang ini terlihat lebih
terang karena cahayanya tidak dihamburkan udara. Jawabannya, faktor
kamera. Kamera yang digunakan saat itu sensivitasnya belumlah setinggi
kamera-kamera jaman sekarang. Gampangnya, ambil kamera HP atau kamera
saku anda yang resolusinya tidak setinggi kamera DSLR. Ambil gambar
sebuah tiang yang ditancapkan di tanah lapang tidah terhalang pepohonan
maupun bangunan saat malam hari, nah, seberapa banyak bintang yang
terekam melatarbelakangi obyek yang kita foto? Begitulah kira-kira
gambaran pemotretan di Bulan saat itu. Obyek yang difoto bukanlah
angkasa raya dilihat dari permukaan Bulan, tetapi benda yang ada di
daratan Bulan.
Persoalan
bendera dan langit Bulan yang disinggung di atas, hanyalah segelintir
pertanyaan dan pernyataan yang diajukan kelompok yang kontra ini. Masih
banyak lagi yang lain, yang seakan tiada habisnya dilontarkan dari waktu
ke waktu. Isu-isu yang terus dihembuskan dan akan terus menjadi
kontroversi, dan kembali hangat dibicarakan saat ini, manakala sang
astronot berpulang ke haribaanNya. Soal percaya tidak percaya, pro dan
kontra rasanya akan selalu ada, meski di satu sisi bukti-bukti
bermunculan, yang terus diiringi sanggahan-sanggahan yang juga timbul.
Ya, selalu ada warna putih dan warna hitam di dunia ini. Semuanya
kembali berpulang pada diri kita, mana yang kita percaya? Atau,
alih-alih mempersoalkan kebenaran atau ketidakbenaran pendaratan di
Bulan kita justru lebih memikirkan persoalan lain? Semisal, bagaimana
nasib Bumi kita berpuluh tahun ke depan, apakah menjadi Venus kedua
karena efek rumah kaca dan polusi udara yang semakin menyesakkan dada?
Jika Neil Amstrong telah menjejakkan coretan panjang sejarah ilmu
pengetahuan, bagaimana dengan kita?
Ah, terlalu rumit nampaknya. Lebih mudah untuk mengucapkan, selamat jalan Neil Armstong!
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar