1.chang bogo class submarine
Setelah
sekian lama duet KRI Cakra dan KRI Nanggala menjaga lautan nusantara,
kini akan hadir – dalam waktu yang relatif dekat – 3 unit kapal selam
baru untuk memperkuat armada kapal selam TNI-AL. Mereka adalah kapal
selam kelas Chang Bogo buatan Daewoo Shipbuilding & Marine
Engineering (DSME), Korea Selatan. 2 unit diantaranya dibuat oleh DSME
dan 1 unit sisanya dibuat di dalam negeri oleh PT. PAL dengan supervisi
dari DSME.
Sebelumnya ramai diberitakan Chang Bogo bersaing dengan Kilo dari Rusia
dan Scorpene dari Perancis juga Tipe 209/1400 buatan HDW – Jerman, namun
atas dasar pertimbangan efisiensi biaya serta tawaran transfer
teknologi pembuatan kapal selam oleh DSME membuat Chang Bogo yang
menjadi jawara dalam tender TNI-AL mengikuti kontrak pembelian pesawat
latih berkemampuan serang darat T-50 Golden Eagle LIFT yang akan
menggantikan peran Hawk Mk.53 dan Hawk 100 TNI-AU.
Asal-usul dan Kemampuan
Kapal selam (KS) kelas Chang Bogo (CBG) milik Korea Selatan aslinya
merupakan KS Tipe 209/1200 yang diketahui telah menerima berbagai
modifikasi kelas berat sejak permulaan abad 21 diantaranya termasuk
penambahan panjang lambung kapal menjadi setara KS Tipe 209/1400 dan
Tipe 209/1500*, kemampuan untuk meluncurkan rudal sub-Harpoon,
penggunaan sistem AIP juga sistem akustik penangkal torpedo baru
(Torpedo Acoustic Counter Measures / TACM) yang dikembangkan secara
mandiri oleh Korea Selatan.
Tidak hanya itu, CBG dapat dilengkapi dengan torpedo kelas berat baru
buatan Korea Selatan – White Shark (Baek Sang Eo Torpedo) juga memiliki
kemampuan untuk meluncurkan rudal anti kapal permukaan Hae Sung yang
juga buatan Korea Selatan. Tidak lupa pemasangan sonar pada sisi lambung
kapal selam telah direncanakan untuk pengembangan lebih lanjut.
Rentang Waktu
Sebagaimana diketahui, antara tahun
2004 – 2005 KS kelas Cakra (Tipe 209/1300, KRI Cakra dan KRI Nanggala)
milik TNI-AL menjalani proses pemeliharaan di galangan kapal milik DSME,
diantaranya meliputi peremajaan mesin kapal dan peremajaan sistem
tempur dan pada awal tahun 2012 ini KRI Nanggala sudah selesai
diremajakan dan akan kembali bertugas bersama TNI-AL pada bulan
Februari.Selanjutnya pada tahun 2011, DSME memenangkan kontrak dengan
Indonesia untuk membangun 3 KS kelas Chang Bogo (Tipe 209/1400) senilai
1.07 milyar dollar Amerika Serikat dan kapal selam tersebut memiliki
kemampuan untuk meluncurkan peluru kendali. Proses pembangunan kapal
selam tersebut dimulai pada awal Januari 2012 dan diperkirakan selesai
dan dikirim ke Indonesia pada tahun 2015
Satu
hal lain yang diketahui selain kemampuan untuk meluncurkan peluru
kendali dan perangkat sonar yang lebih canggih ialah dari segi ukuran
fisik Chang Bogo yang lebih besar 100 ton dibanding KRI Cakra dan KRI
Nanggala yang memiliki kelas bobot 1.300 ton.
2.kf-x fighter
Proyek prestisius-ambisius pesawat tempur Korea/Indonesia Fighter
Experiment (KFX/IFX) telah ditunda pada tahap pertama. Hal ini juga
diungkapkan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Young-sun.
Dari ruang kerjanya, Kim menyatakan bahwa penundaan dari proyek pesawat
tempur taktis-strategis ini sebagai suatu rancang bangun jangka panjang,
jadi pihak Indonesia dan Korea Selatan sendiri tidak perlu merasa
tergesa-gesa. Selain itu, menurut Kim, juga ada upaya untuk mengadopsi
teknologi-teknologi terbaru untuk diimplementasikan ke dalam program
KFX/IFX ini.
"Banyak aspek yang harus diperhatikan, maka dari itu ini menjadi sebuah
proyek jangka panjang. Tentunya akan menyita banyak waktu, kita bisa
menjalankannya pelan-pelan," kata Kim menambahkan.
Meskipun demikian, Kim mengaku sangat memahami ketergesaan yang mungkin
muncul di Indonesia terkait dengan kepastian proyek KFX/IFX. "Kami paham
sepenuhnya betapa penting proyek IFX/KFX, namun untuk saat ini kami
masih mengkaji kembali kelayakannya," ujar Kim.
Sebelumnya, pada awal Maret, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian
Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi juga telah memastikan proyek KFX/IFX
tidak dihentikan melainkan ditunda selama 1,5 tahun (hingga September
2014) melalui surat resmi yang dikirim oleh pihak Defense Acquisition
Program Administration (DAPA) Korsel.
Ia mengatakan, produksi bersama pesawat KFX/IFX yang telah disetujui
pada 2011 telah berhasil menyelesaikan tahap pertama, yaitu Technology
Development Phase (TD Phase) pada Desember 2012.
Dalam pelaksanaan TD Phase selama 20 bulan, Indonesia dan Korea Selatan
telah membentuk Combine R&D Centre (CRDC) dan telah mengirim
sebanyak 37 tenaga ahli Indonesia guna bersama kolega Korea Selatan-nya
merancang-bangun pesawat KFX/IFX.
Namun, kata dia, di dalam perjalanan mengikuti perkembangan politik dan
ekonomi, pemerintah Korea Selatan melalui surat resmi yang dikirim DAPA,
berinisiatif menunda pelaksanaan produksi selama 1,5 tahun (hingga
September 2014).
Penundaan ini disebabkan belum ada persetujuan Parlemen Korea Selatan
untuk menyediakan anggaran yang diperlukan guna mendukung tahap EMD
(Engineering and Manufacturing Development Phase) Program.
Sisriadi menjelaskan, ada tiga tahap proyek pengembangan pesawat tempur
KFX/IFX, tahap pertama, pengembangan teknis, diikuti rekayasa manufaktur
dan ketiga, pembuatan prototipe. "Tahap yang ditunda itu tahap kedua.
Pada masa penundaan, pemerintah Korea Selatan akan melaksanakan studi
kelayakan ekonomis terhadap program ini," kata dia.
Proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX ini sebenarnya sudah menjadi
inisatif Korea Selatan sejak tahun 2001. Kala itu, negara industri
terkemuka di Asia itu dipimpin oleh Presiden Kim Dae-jung. Pada saat
itu, Korea Selatan sudah meyakini bahwa proyek KFX sudah layak
dikerjakan sejak masa kepemimpinan Kim Dae-jung, yaitu 12 tahun lalu.
Pada tahun 2010, Korea Selatan menawarkan kerjasama kepada Indonesia
untuk mengembangkan KFX/IFX karena pertimbangan bahwa Indonesia adalah
mitra tepat untuk itu. Saat itu, Korea Selatan menawarkan banyak hal,
salah satunya transfer teknologi kelas tinggi dari pesawat tempur yang
kemungkinan adalah generasi 4,5 atau juga 5.
Belakangan, Indonesia memang cukup banyak membeli arsenal militer dari
negara ginseng tersebut, dimulai dengan 12 unit pesawat latih KT-1B Wong
Bee untuk TNI AU (yang digunakan JAT), overhaul kapal selam KRI
Cakra-402 tipe U-209 milik TNI AL, hingga pembelian tiga unit kapal
selam plus transfer teknologi, yang mana satu kapal selam terakhir akan
dibuat di Indonesia melalui PT PAL.
Selain itu, tahap final pembelian pesawat latih-tempur T-50 Golden Eagle
dari Korea Selatan untuk TNI AU juga telah dilakukan. T-50 Golden Eagle
ini menyisihkan pesaingnya, Aermacchi M-346 buatan Italia dan Yakovlev
Yak-130 Mitten dari Rusia.
Korea Selatan sendiri sudah sejak lama "kesengsem" dengan Lockheed
Martin F-22 Raptor Amerika Serikat guna memperkuat angkatan udaranya
mengingat negara itu masih berstatus perang dengan Korea Utara. Namun,
karena beberapa alasan, Amerika Serikat tidak mengabulkan permintaan
Korea Selatan ini.
3.midget submarine kate
ANGKATAN Laut Republik Indonesia
(ALRI), yang kini bernama TNI-AL, pernah punya 12 Whiskey. Bukan minuman
keras, Whiskey adalah salah satu tipe kapal selam buatan Uni Soviet.
Dua kapal selam yang pertama datang dari negara komunis yang kini sudah
bubar itu adalah KRI Tjakra dan KRI Nanggala. Dua nama tersebut memang
menggambarkan kedigdayaan. Cakra adalah senjata sakti milik Prabu
Kresna, raja Dwarawati. Nanggala adalah senjata tanpa tanding milik
Prabu Baladewa, Raja Mandura, kakak Kresna.
KRI Tjakra dan KRI Nanggala dibawa
langsung oleh prajurit TNI-AL pada 12 September 1959 setelah belajar di
Oksiwi, Polandia. Hari itulah yang lantas diperingati sebagai hari
kelahiran Korps Hiu Kencana atau satuan kapal selam. Seiring
berkembangnya teknologi, kapal selam jenis Whiskey mulai pensiun.
Terakhir, KRI Pasopati-410 (namanya diambil dari anak panah milik Arjuna
yang menewaskan raksasa jahat Niwatakaca) mengakhiri masa tugas. KRI
Pasopati lantas jadi monumen kapal selam di tepi Kalimas, samping
Surabaya Plaza.
Saat armada kapal selam masih begitu
aktif, Indonesia mengirimkan prajurit-prajurit terbaiknya untuk
mengikuti pelatihan di luar negeri. Misalnya, di Jerman Barat dan
Pakistan. “Saya merasakan keduanya. Ya di Jerman, ya di Pakistan,”
kenang Dradjat Budiyanto. Kakek tujuh cucu itu benar-benar dididik untuk
menjadi prajurit dengan spesialisasi alutsista (alat utama sistem
persenjataan) baru, yakni kapal selam. Memang, sejak berkarir di matra
laut itu, Dradjat selalu berada di kesatuan kapal selam.
Dia belajar di Pakistan pada 1996. Kala
itu, KSAL Laksamana Arief Kushariadi menginginkan alutsista matra laut
yang terjangkau. Sebab, alokasi dana bagi TNI-AL begitu minim. Penugasan
ke Pakistan tersebut juga merupakan “penolakan” secara halus terhadap
rencana pembelian kapal selam baru tipe Scorpene dari Prancis. Kapal itu
dibanderol USD 600 juta tanpa torpedo. Versi lengkapnya seharga USD 700
juta (sekitar Rp 7 triliun). “Terlalu mahal untuk TNI-AL saat itu,”
ujar Dradjat.
Dia belajar bersama enam prajurit
lainnya ke Pakistan karena negara itu sedang membangun dua kapal selam
mini di Pakistan Naval Dockyard. Di kalangan mereka, kapal selam itu
disebut midget. Itu adalah istilah untuk sesuatu yang mini alias kuntet
atau kate. Nah, kapal selam kuntet itu hanya menghabiskan anggaran USD
13 juta. Jauh lebih murah daripada Scorpene made-in Prancis tersebut.
“Ditambah pengetahuan dari Jerman, saya
bisa menciptakan sendiri desain midget saat kembali di Indonesia,”
jelas suami Sri Hartini tersebut. Dradjat yang rambutnya telah memutih
itu membuktikan omongannya. Dia membuka sebuah map merah berukuran 30 x
35 sentimeter. Isinya adalah konsep midget, kapal selam kate, yang dia
ciptakan selama enam tahun sejak 1997.
Kapal rancangan Dradjat berbadan luar
baja. Panjangnya 24 meter dan hanya berisi 11 orang. Awaknya adalah
empat komando atau frogman serta tujuh pelaut. Karena berukuran kuntet,
ia hanya mampu membawa empat torpedo. “Tidak bisa dikecilkan lagi
ukurannya. Lha wong torpedonya saja delapan meter,” tegas pria kelahiran
Madiun, 28 Januari 1943, tersebut.
Secara detail, Dradjat menjelaskan
detail si kuntet tersebut. Katanya, kapal selam itu adalah substitusi
kapal selam. Rancangan kapal selam yang dinamai Indonesia Midget
Experimental 1 Baby Submarine tersebut bisa melakukan apa pun seperti
kapal selam umum. Bahkan, ukurannya yang kecil membuat kapal selam itu
susah dideteksi musuh. “Ibarat suara truk dan sedan. Mana yang lebih
mudah didengar dari kejauhan? Truk, kan? Soalnya, lebih bising,”
ungkapnya.
Pensiunan kolonel itu tak sekadar
merancang dalam gambar. Dradjat juga berbicara khusus dengan penyedia
pompa merek Lensen dan pompa pendingin Stork. Mereka diminta membuatkan
pompa khusus bagi kapal rancangannya. Dari berbagai harga yang telah
disurvei, kapal selam rancangan Dradjat tak bakal menghabiskan lebih
dari USD 10 juta.
“Kita bisa membuat kapal selam yang
lebih banyak, daripada membeli,” ujarnya. Dalam pemikirannya, kapal
selam dalam jumlah banyak -walaupun mini- tetap ngefek untuk menjaga
keamanan. “Ibaratnya, kampung yang punya hansip banyak. Lebih aman
daripada hanya punya satu hansip yang jago kungfu sekalipun,” ujar pria
yang menguasai bahasa Inggris, Jerman, Rusia, dan Jepang tersebut.
Agar desain itu tidak terkesan
asal-asalan dan bisa diaplikasikan, dia mulai melakukan uji coba.
Dradjat benar-benar tersenyum puas ketika sejumlah pihak menyatakan
bahwa karyanya benar-benar aplikatif.
Misalnya, pengakuan dari Laboratorium
Hidrodinamika Indonesia (LHI) BPPH/BPPT, National Ship Design Centre
(NASDEC) Departemen Perindustrian, dan komponen teknikal angkatan laut
-mulai Fakultas Kelautan Hang Tuah hingga Sekolah Tinggi
Teknologi Angkatan Laut (STTAL).
Howaldtswerke Deutsche Werft AG (HDW),
pembuat kapal selam asal Jerman, juga mengakui ketepatan rancang bangun
milik Dradjat. “Bukan asal-asalan, mereka semua menyetujui tanpa ada
intervensi apa pun,” tegas ayah tiga anak tersebut sambil menunjukkan
bukti dari HDW.
Sejak konsep itu selesai pada 2003,
Dradjat mulai mempromosikan rancangannya ke berbagai pemerintah. Mantan
KSAL Laksamana Arif Kushariadi dan Laksamana M. Arifin sebagai pencetus
ide terus mendorong dirinya untuk mewujudkan kapal yang digadang-gadang
lebih lincah karena ukurannya yang kecil itu. “Kemarin (12/10), KSAL
Tedjo Edhy Purdijanto menemui saya dan meminta proyek tersebut terus
dikembangkan, ” imbuhnya.
Dradjat kembali membuka map merahnya.
Kali ini, dia ingin menunjukkan semua surat yang selalu disimpan secara
rapi. Di situ ada tulisan konsep midget, filosofi pembangunan, deskripsi
teknis SUVT (special underwater vehicle for touring) yang dikirimkan ke
Menteri Pertahanan Yuwono Sudarsono, Menristek Kusmayanto Kadiman,
Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Asrenum Panglima TNI Marsekal Muda
Rio Mendung Thaleb, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla.
Sejauh ini, instansi-instansi tersebut
hanya membalas kiriman Dradjat dengan surat-surat pendek. Intinya,
Dradjat harus menguji coba lagi midget rancangannya. Tak ada yang
memberi kesempatan pembuatan satu kapal selam pun. Meski, Dradjat sudah
menggaransi bahwa biayanya pasti tak lebih dari USD 10 juta (sekitar Rp
100 miliar). “Padahal, kalau apa-apa beli, kita ora pinter-pinter.
Mencoba dan gagal lebih baik daripada diam saja,” ungkap pria yang
pensiun pada 1999 itu.
Pada usianya ke-66, Dradjat merasa
“iri” pada Letnan Angkatan Darat Israel Uziel Gal yang menemukan senjata
Uzi. Dradjat juga melihat Michael Henrik Schmelter dari Jerman yang
menemukan kapal selam mini 2Dive. Ide mereka mendapat apresiasi tinggi
dari negara masing-masing. “Jerman berani mewujudkan karya Michael yang
seorang pemuda. Saya yang 32 tahun berkutat dengan kapal selam tidak
digunakan sama sekali,” ujarnya.
Bagaimanapun, old soldier never die
(prajurit tak akan pernah mati). Dradjat tetap tak patah arang. Dia
yakin kelak temuannya dipertimbangkan oleh pemerintah. Pria yang mahir
bermain gitar itu akan menahan diri selama mungkin untuk tak melepas
karyanya ke luar negeri. Meski, kata dia, sejumlah tawaran mancanegara
telah mampir ke rumahnya di Jalan Teluk Tomini. “Saya anak bangsa. Akan
setia sampai akhir kepada Indonesia,” tegasnya.
Tapi, tetap saja Dradjat berkata lirih.
“Sampai kapan kita menunggu dan mencoba sendiri,” katanya. Bahkan, dia
mengungkapkan bahwa saat ini tak banyak orang di pemerintahan yang punya
jiwa pejuang tinggi. Kalah oleh Saridjah Niung Bintang Soedibjo alias
Ibu Soed. Dia adalah seorang wanita yang mampu membangkitkan anak bangsa
melalui lagu ciptaannya.
Perlahan, Dradjat menyenandungkan lagu
ciptaan Ibu Soed yang begitu heroik. Nenek moyangku, seorang pelaut.
Gemar mengarung luas samudera. Menerjang ombak tiada takut, menempuh
badai sudah biasa… !!!,yah meskipun belum pasti dipesan tni tapi masih
ada secercah harapan mengingat harga yang murah dan spesifikasi yang
lebih hebat dari midget submarine ghadir class
4.kapal cepat rudal kcr-60
Kapal Cepat Rudal Kelas 60 meter adalah
salah satu jenis kapal Kapal Perang Republik Indonesia bertipe Kapal
Cepat Rudal yang pembuatannya dilakukan PT PAL di Surabaya. KRI 60 meter
yang 100% pembuatannya
di lakukan di PT PAL Indonesia, Surabaya. Kelas 60m merupakan kapal
pemukul reaksi cepat yang dalam pelaksanaan tugasnya mengutamakan unsur
pendadakan, mengemban misi menyerang secara cepat, menghancurkan target
sekali pukul dan menghindar dari serangan lawan dalam waktu singkat
pula. Kapal berukuran panjang 60 meter, lebar 8,10 meter, dan berat 460
ton ini memiliki sistem pendorong handal yang mampu berlayar dan
bermanuver dengan kecepatan 28 knot
5.tank leopard
Berdiri di podium selama dua jam,
mantan presiden RI ketiga, BJ Habibie terus memaparkan problematika di
Indonesia. Mulai dari hal kecil hingga besar, mulai dari politik hingga
militer.
Salah
satunya terkait pembelian tank Leopard oleh Kementerian Pertahanan.
Menurut Habibie, pemakaian tank tersebut tidak efisien di Indonesia.
"Lihat
saja perang di Vietnam satu tank Leopard pun tidak pernah dimanfaatkan
kok kita malah ikut-ikutan. Mau dimanfaatkan di jalan, rusak, mau di
hutan, dibawa pakai kapal nanti keburu ditembak," kata Habibie
berargumen di Bappenas, Jakarta, Jumat (8/3).
Bahkan
dengan lugas Habibie menuding jika orang yang membeli tank Leopard
sebagai orang bodoh pencari keuntungan. Makanya sudah sering kali
Habibie terus mendorong pembatalan pembelian tank ini .
"Sekarang
mereka bodoh beli tank itu untuk hanya untuk dapat uangnya. Kita harus
tahu yang tepat di darat dan di udara. Saya sudah sampaikan pada yang
bersangkutan supaya direview tidak tepat dan tidak wajar beli tank
Leopard untuk pertahanan sipil," terangnya.
Pembelian
Tank Leopard ini sempat menuai polemik. Kala itu sejumlah pihak
termasuk DPR menilai tank kelas berat tak cocok digunakan di Indonesia.
Tetapi Kementerian Pertahanan tetap bersikeras membeli 100 tank itu.
100
Tank Leopard dari Jerman pesanan TNI akan mulai datang pada tahun ini.
Tank tersebut akan datang secara bertahap, selama tiga tahun. Pembelian
menggunakan alokasi pinjaman luar negeri sebesar USD 280 juta.
Menhan Purnomo Yusgiantoro mengaku kalau Tank Leopard ini sesuai dengan permintaan TNI AD. Kemhan hanya memfasilitasi saja.
"Kita
kan dengarkan spek teknis dari TNI AD, prosesnya bottom up. Mereka
bilang bahwa untuk MBT dari Kemhan bilang MBT perlu, terus mereka bilang
Leopard. Ini sudah diproses di mabes TNI, keluarnya begitu kan kita
ikut," ungkap Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Istana
Kepresidenan,meskipun sudah dipesan tapi belum semua dikirim ke
indonesia
6.marder ifv
Bersamaan dengan pembelian main battle tank dari varian Leopard 2A4 dan
varian Leopard Revolution, TNI AD setidaknya juga mendapat jatah 50 buah
tank bersenjata angkut personel Marder 1A3, yang juga merupakan buatan
pabrikan pertahanan Rheinmetall, Jerman.
Ditilik dari riwayatnya, tank Marder sebenarnya produk lama. Prototipe
awalnya saja dirancang tahun 1960-an, dengan produksi perdana pada 1971,
yang dilanjutkan dengan pengembangan sejumlah varian hingga tahun
1990-an. Bahkan, untuk saat ini sebagian tank Marder varian awal di
Jerman sudah akan digantikan oleh generasi yang lebih baru yaitu Puma.
Meskipun begitu, kehadiran Marder di tanah air tetap akan menambah daya
tempur TNI AD. Soalnya boleh dibilang inilah kali pertama TNI AD
mengoperasikan kendaraan tempur lapis baja angkut personel yang memiliki
daya gebuk jauh lebih baik dari yang selama ini dimiliki. Memang, dari
segi pengategorian, Marder ini tergolong apa yang diistilahkan di dunia
militer Barat sebagai infantry fighting vehicle (IFV), yaitu kendaraan
tempur angkut infantri, namun dengan kemampuan tempur terbatas.
Salah satu ciri khas IFV seperti Marder adalah adanya kanon atau
meriamnya berkaliber kecil, yang untuk Marder menggunakan Rheinmetall MK
20 Rh202 kaliber 20 mm . Kanon yang dipakai adalah dari jenis otomatis,
artinya peluru tidak perlu di-reload (diisi) satu persatu. Peluru yang
digunakan bisa dari berbagai jenis seperti amunisi konvensional,
penembus baja serta high explosive (HE) atau amunisi berdaya ledak
tinggi. Hal ini jelas tidak dimiliki oleh kendaraan angkut personel yang
selama ini dioperasikan TNI AD yaitu AMX VCI serta Alvis Stormer, yang
hanya dibekali senapan mesin berat kaliber 12,7 mm atau 7,62 mm.
Bagian belakang Marder 1A3 (Foto:Sonaz/Wiki)
Sebagai senjata tambahan, pada bagian kiri turret (kubah/menara) kanon
terpasang sejajar senapan mesin 7,62 mm. Turret senjatanya busa diputar
360 derajat, sementara kanonnya bisa digerakkan vertikal dari -17
derajat hingga +65 derajat dengan kecepatan 40 derajat per detik.
Sebagai tambahan peranti beladiri, Marder dilengkapi dengan tujuh
pelontar granat kaliber 76 mm untuk melontarkan granat asap.
Desain interior Marder tak jauh berbeda dengan kendaraan tempur asal
Eropa sejenisnya. Pengemudi duduk di sisi kiri depan, sementara mesin
berada di sebelah kanannya. Di bagian tengah terdapat tempat untuk dua
awak di bawah kubah meriam, di mana komandan kendaraan duduk di kanan
dan juru tembak di kiri. Di bagian belakang terdapat ruang pengangkut
enam personel infantri yang duduk beradu punggung, bukan berhadapan.
Marder menggunakan mesin diesel MTU MB Ea-500 enam silinder berpendingin
cair yang mampu menghasilkan 600 hp (tenaga kuda). Pada varian awal
Marder, mesin ini mampu memacu kendaraan hingga 75 km/jam di jalan
mulus. Namun pada varian berikutnya di mana sudah tedapat sejumlah
modifikasi yang membuat berat kendaraan bertambah secara signifikan
hingga mencapai sekitar 35-an ton, kecepatan maksimalnya pun turun
menjadi sekitar 65 km/jam saja.yang satu ini juga belum datang semua
unitnya
7.helicopter carrier pal
Pemerintah mengalokasikan dana Rp70
miliar bagi pengadaan kapal induk kecil selama 2009 untuk memperkuat
armada Badan Koordinator Keamanan Laut (Bakorkamla) dalam melakukan
penjagaan dan pengawasan wilayah serta kedaulatan wilayah NKRI.
"Kapal-kapal tersebut akan diproduksi
di galangan kapal dalam negeri dengan local content yang relatif
tinggi," kata Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Bakorkamla, Laksamana
Madya TNI Budhi Hardjo, seusai membuka seminar bertema Pengelolaan dan
Pemahaman Perjanjian Perbatasan Wilayah Laut Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) di Jakarta kemarin.
Menurut dia, kendati telah
mengalokasikan dana Rp70 miliar tersebut, pemerintah tidak menutup
peluang bagi negara lain untuk memberikan bantuan atau kerja sama.
Hingga saat ini ada sekitar empat negara yang telah menawarkan bantuan
untuk pengadaan kapal-kapal tersebut, antara lain Australia.meskipun
begitu sepertinya tidak ada berita lagi mengenai kepastian tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar